Archive for the ‘Arsip Resensi’ Category
Menampik Tuduhan Nepotisme Dalam Pemerintahan Khalifah Utsman Bin Affan
Utsman bin Affan, salah satu shahabat Nabi Muhammad dan dikenal sebagai khalifah Rasulullah yang ketiga. Pada masa Rasulullah masih hidup, Utsman terpilih sebagi salah satu sekretaris Rasulullah sekaligus masuk dalam Tim penulis wahyu yang turun dan pada masa Kekhalifahannya Al Quran dibukukan secara tertib.[1] Utsman juga merupakan salah satu shahabat yang mendapatkan jaminan Nabi Muhammad sebagai ahlul jannah. Kekerabatan Utsman dengan Muhammad Rasulullah bertemu pada urutan silsilah ‘Abdu Manaf.[2] Rasulullah berasal dari Bani Hasyim sedangkan Utsman dari kalangan Bani Ummayah. Antara Bani Hasyim dan Bani Ummayah sejak jauh sebelum masa kenabian Muhammad, dikenal sebagai dua suku yang saling bermusuhan dan terlibat dalam persaingan sengit dalam setiap aspek kehidupan.[3] Maka tidak heran jika proses masuk Islamnya Utsman bin Affan dianggap merupakan hal yang luar biasa, populis, dan sekaligus heroik. Hal ini mengingat kebanyakan kaum Bani Ummayah, pada masa masuk Islamnya Utsman, bersikap memusuhi Nabi dan agama Islam.
Utsman Bin Affan terpilih menjadi khalifah ketiga berdasarkan suara mayoritas dalam musyawarah tim formatur yang anggotanya dipilih oleh Khalifah Umar Bin Khaththab menjelang wafatnya.[4] Saat menduduki amanah sebagai khalifah beliau berusia sekitar 70 tahun.[5] Pada masa pemerintahan beliau, bangsa Arab berada pada posisi permulaan zaman perubahan. Hal ini ditandai dengan perputaran dan percepatan pertumbuhan ekonomi disebabkan aliran kekayaan negeri-negeri Islam ke tanah Arab seiring dengan semakin meluasnya wilayah yang tersentuh syiar agama. Faktor-faktor ekonomi semakin mudah didapatkan. Sedangkan masyarakat telah mengalami proses transformasi dari kehidupan bersahaja menuju pola hidup masyarakat perkotaan.[6] Baca lebih lanjut
Jejak Syariah Phobia Dalam Pemikiran Jawa
Jawa adalah sebuah peradaban, walaupun belum diakui secara aklamasi oleh dunia. Kehidupan di Jawa telah dimulai jauh sebelum kedatangan Hindhu.[1] Jawa dalam kemandirian peradabannya merupakan sebuah manifestasi sistem yang sukar ditundukkan oleh pengaruh yang berasal dari luar. Hindhu sendiri misalnya, tidak sepenuhnya agama yang berasal dari India tersebut mampu mengubah ‘sifat bangsa’ Jawa yang egaliter. Sistem Kasta[2] dalam Hindhu tidak sepenuhnya merasuk dalam pemikiran Jawa. Bahkan sistem Kasta tersebut terdekonstruksi oleh pola pikir jawa dan mengalami proses jawanisasi.[3] Maka kemudian terbentuklah ajaran agama Hindhu menjadi ‘Hindhu kejawen’.
Di Jawa juga terdapat sejumlah aliran kebatinan yang tumbuh dan berkembang. Di antara banyak aliran kebatinan tersebut, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pemikiran Jawa banyak dipengaruhi oleh beberapa kitab antara lain Darmagandul, Gatoloco, Hidayat Jati, dan Serat Centhini. Dalam hal ini penulis akan coba untuk membahas buku darmagandul sebab tulisan tersebut menceritakan tentang ketidakpuasan para pendukung Majapahit melihat hancurnya kerajaan Hindhu tersebut dan digantikan oleh kerajaan Islam. Perlu diketahui bahwa buku Darmagandul menyatakan bahwa seolah-olah rakyat Jawa pada masa itu, termasuk kerajaan majapahit dan para penguasanya, adalah penganut agama Budha. Tentu saja keterangan ini berbeda dengan versi sejarah yang kita ketahui yang menyebutkan bahwa Majapahit adalah kerajaan Hindhu.
Baca lebih lanjut
‘Ilaaju Harril Mushiybati wa Huznihaa
Judul: ‘Ilaaju Harril Mushiybati wa Huznihaa
Karya: Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah
Buku ini akan memberikan gambaran tentang kiat-kiat meredam duka dengan berupaya memaparkan cara-cara yang lebih baik untuk mengekspresikan rasa duka. Cara ini bukan saja membuat antum bisa mengurangi tekanan kesedihan dan lebih nyaman dalam menerima terpaan musibah, tapi lebih dari itu juga akan menjadi kunci yang membuka jalan bagi antum untuk keluar dari musibah dengan keberuntungan. Bahkan keberuntungan besar yang dimimpikan oleh banyak orang. Baca lebih lanjut
Al Kalimu Ath Thayyib
Judul: Al Kalimu Ath Thayyib
Penulis: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Pentahqiq: Muhammad Nashiruddin Al Albani
Kitab yang memuat kumpulan do’a dan dzikir ini memang sangat dibutuhkan oleh setiap muslim. Betapa tidak, hampir separuh hidup seorang muslim itu dipakai untuk berdo’a dan bermunajat kepada Allah . Do’a merupakan ibadah, bahkan termasuk ibadah yang sangat agung. Baca lebih lanjut
Fatawa Muhimmah Tata’allaqu bil Aqidah
Judul: Fatawa Muhimmah Tata’allaqu bil Aqidah
Oleh: Al-Imam Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz
MediaMuslim.Info
Kitab ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah Aqidah Islam yang diajukan oleh sabagian saudara-saudara kita, sekaligus jawaban yang disampaikan oleh Asy-Syaikh Bin Baz dengan lugas, tepat dan luar biasa. Mulai dari masalah kuburan, sumpah, tawassul, ritual-ritual keagamaan, kemunafikan bahkan juga masalah-masalah yang dianggap sepele yaitu senda gurau. Baca lebih lanjut
‘Ilaaju Harril Mushiybati wa Huznihaa
Judul: ‘Ilaaju Harril Mushiybati wa Huznihaa
Karya: Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah
MediaMuslim.Info
Buku ini akan memberikan gambaran tentang kiat-kiat meredam duka dengan berupaya memaparkan cara-cara yang lebih baik untuk mengekspresikan rasa duka. Cara ini bukan saja membuat antum bisa mengurangi tekanan kesedihan dan lebih nyaman dalam menerima terpaan musibah, tapi lebih dari itu juga akan menjadi kunci yang membuka jalan bagi antum untuk keluar dari musibah dengan keberuntungan. Bahkan keberuntungan besar yang dimimpikan oleh banyak orang. Baca lebih lanjut
Raudhah Al-Muhibbin wa Nauzhah Al-Musytaqin.
Judul: Raudhah Al-Muhibbin wa Nauzhah Al-Musytaqin
(Taman Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu)
Pengarang : Ibnu Qayim Al-Jauziyyah.
MediaMuslim.Info
Ibnu Qayim Al-Jauziyyah hidup pada abad kedelapan Hijriyah. Terkenal sebagai ulama shalih dari guru yang shalih pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ia seorang ahli hukum Islam dan psikolog yang pakar mengenai cinta. Dalam bukunya ini kita diajak menyelami problematika cinta dan rindu serta seluk-beluknya. Dengan kajian yang utuh dan jauh dari syubhat, beliau mampu menampilkan hakikat fitrah cinta dua anak manusia yang berlainan jenis. Di antaranya dia berkata, “Cinta merupakan cermin bagi seseorang yang sedang jatuh cinta untuk mengetahui watak dan kelemah-lembutan dirinya dalam citra kekasihnya. Karena sebenarnya dia tidak jatuh cinta kecuali terhadap dirinya sendiri.” Baca lebih lanjut